Monday, September 29, 2014

Story of a murderer..

Aku bertemu dengannya malam ini. Di kala seorang ibu akan berangkat tidur dan aku diminta berbincang sedikit dengannya. 'Urusan bisnis' begitulah mereka berkata padaku. Aku menurut..

Aku beringsut pelan dari peraduan dengan sedikit lemas dan malas. Ya, hari ini aku lelah menunggu suatu hasil. Hasil yang cukup membuat berat beberapa hariku ke belakang. Aku berjalan pelan, mencarinya, dan kemudian akupun duduk bersila. Pertama kalinya kuperhatikan dia..

Dia berbadan besar, tingginya tak jauh beda denganku, namun berbadan gempal disertai otot kasar dan raut wajah yang tertempa keadaan, keras, berat, awas..

Pertama kami bertemu pandang, aku melihat di matanya ada api menyala di sana, panas yang dihasilkan kuduga mampu melelehkan baja dengan sekali sentuh, serta aura semangat membara tersampaikan padaku.. aku diam, memperhatikan, mendengarkan kemana arah dia akan berkata dan berpikir..

Hmmm, otakku terlalu penuh dengan semua spekulasi ketika pembicaraan kami mulai bergulir, satu, dua, tiga, dan seterusnya. Dia banyak bercerita, menumpahkan pikirannya. Kami berputar di tempat yang sama dan aku hanya meladeninya dengan senyum dan tawa serta celetuk kecil khas seorang aku yang tak banyak berbasa basi..

Ketika arah pembicaraan mulai serius, berganti aku memberikan pertanyaan. Aku banyak bertanya, ya aku banyak bertanya. Aku ingin menggali lebih dalam sorot mata serta nyala semangat itu. Sejauh mana ia menginginkanku. Aku sebutkan saja keraguanku, serta rasa penasaranku. Aku ingin dengar sejauh mana dia bisa menjelaskan dan logikaku akan terpuaskan..

Hingga kami sampai kepada sebuah percakapan. Pengakuan akan dirinya, masa lalunya... Aku terdiam. Mendengarkan.. Sunyi.. Aku tak kuasa bergerak hingga napasku tertahan, aku berjengit.. Hitam.. Kelam.. Aku terbayang banyak hal..

Ah, dunia ini luas. Aku hanya terlalu sombong mengatakan dunia ini sempit, hanya selebar daun jati.. padahal tidak, aku hanya menempurungkan diriku. Terlalu banyak hal yg aku belum tahu.. Terlalu asyik aku berbincang dengan diriku dan melihat dunia melalui jendela indahku..

Aku terbayang koper, tangan, baju berbercak merah, saluran air, dan hal mengerikan lainnya. Aku naif dengan memikirkan bahwa rasakulah yang terpenting di dunia. Sedangkan orang lain merasa pahit ketika aku merasa akulah yang paling pantas dibahagiakan..

Ya.. Dunia ini luas dan aku mempunyai rasa yang sempit.. Sangat sempit.. Terima kasih untuk pelajaran yang baru aku dapat hari ini..

--
Banyak cara untuk 'mematikan'..

Sunday, September 28, 2014

Perlahan jawaban atas pertanyaan mulai terlihat. Mulut dan sikap terkuak pelan. Mana yang jujur mana yang munafik. Aku memilih jujur atas lidah dan perbuatku. Lebih baik aku menanggung malu dibandingkan aku bermain sandiwara membangun citra demi para penontonku, atau parahnya lagi lawan mainku..

Sungguh benar dibalik semua perbuatan akan ada motif yang mendorongnya. Entah jeratan ekonomi, gengsi, atau sekedar menjaga agar terlihat 'wah' serta suci. Sejauh manakah kesucian buatmu??

Sebaiknya bangkai tersimpan, akan terpapar juga sangitnya. Bau yang membuktikan secara gamblang apa yang telah dikerjakan, atau sekedar diucapkan. Dan aku mengerti sekarang apa yg tersimpan, kau sembunyikan rapat rapat itu.. 

Aku tau sekarang..

--

Harga sebuah terjun bebas

Dalam hidup banyak hal kita temui mengenai harga, dan pastinya tidak melulu soal materi. Banyak hal seperti penghargaan, dihargai, menghargai, dan lain sebagainya.. harga.. ya sesuatu yang seringkali orang lupa, tidak peduli, cuek, yang menimbulkan sikap tidak menghargai..

--

...

Perdebatan kecil kamipun berlangsung. Aku yang dengan gigih mempertahankan opiniku dan satu lelaki sahabatku mempertanyakan dimana pikiranku. Aku yg keukeuh mengatakan aku belajar dari jatuh, dia yang menyatakan kebodohanku dan meminta aku untuk egois serta berhenti menyakiti diri..

Yaa, aku memilih terjun bebas, tak peduli akan ada apa setelah ini. Mengenai batas putih biru coklat abu di mata dan deras angin menderu di telinga.. aku bahkan tak menggunakan parasut untuk menyelamatkan diri agar tak mati. Aku membiarkan bumi yang keras menungguku. Aku menjatuhkan diri untuk membentur tanah yang akan menghentikanku dengan keras, tulang yang patah atau remuk, sakit yang aku terima, lalu mati atau lumpuh..

Dan aku belajar dari situ, semakin sakit aku jatuh, (itu berarti) semakin luar biasa usaha yang telah aku lakukan atas apa yg menjatuhkanku, yang membuatku semakin menghargai apa yang sudah aku lalui..

--

Bahagia dan duka sudah satu paket bukan? Seperti biji kopi, brewer, dan ampas. Ada pahit yang memabukkan disana, membuat adiksi yang membuat pecintanya kembali meminumnya. Sekalipun pahit, paling pas dinikmati saat panas, bukan dingin, atau sekedar kopi tanpa rasa..

Ya, seperti aroma yang secangkir kopi timbulkan. Aromamupun masih melekat  bagai kau sedang merengkuhku. Aroma aneh namun menenangkan. Aromanya saja sudah mampu membuatku pusing setengah melayang. Apalagi jika aku mencicipimu panas panas secara perlahan. Aku pasti akan langsung mencandumu!

--

Aku saat ini sedang terjun bebas, tanpa harap bayaran sebuah dataran hijau pemuas mata yang aku temukan setelah melewati garis awan, atau seseorang yang akan menangkapku untuk menahan aku agar tak menghantam tanah coklat atau merah..

Aku masih melihat garis tipis mega itu, mencoba menerawang ada apa dibaliknya.. adakah pemandangan itu, atau mungkin kamu??

--
Aku yang sedang terjun bebas

Monday, September 22, 2014

aku bergetar, tremor.. ketika menekan tuts itu,,

sesak,.

seperti pemantik api, tanpa besi dan briket pantikan tak akan terhasil..
percikpun tanpa gas tak akan membuat nyala..

dan semunya, tanpa jari manusia, korek api takkan mampu memberi api..

--

Sunday, September 21, 2014

sendal jepit, jaket biru, dan baju semalam..

Sejuk, atau mungkin dingin lebih tepatnya.. kebiasaan yang bukan kebiasaanku aku keluarkan kembali..
Kususuri perlahan aspal yang sangat aku kenal ini, tiga ratus enam puluh hari genap aku mengenalnya, dia yang menjadi saksi bisu perjalananku, dan keluh kesah selama aku disini.
Perlahan kamu akan lenyap menjadi udara, dan akan mengalir perlahan menjadi angin yang menyejukkan bagi siapa yang kamu inginkan.

Mengarus deras aku bertanya padanya, kuatkah alasanmu?
Karena perlahan yang pasti, kita menuju pergi, pergi ke antah berantah berkalang tanah..

Aspal ini dingin, aku merasakan mati sepi, sama seperti mereka yang tak pernah berterima kasih padanya, padahal ia memudahkan kita..

Terima kasih, telah mendengarkan cerita ini, mungkin ini terakhir kali aku berjalan dan bercengkrama sepagi ini...

--

Friday, September 19, 2014

Kadang ada beberapa hal yang lebih baik ditahan tanpa diungkapkan, seperti kesal.

Ini administrasi, bukan soal mental. Mentalny terbelakang. Batu.


--
Kota ini amis..

Sunday, September 7, 2014

cerita perahu kayu (lapuk)

Dia ada untuk perlahan menjadi lapuk, kemudian tenggelam...
Ya, dia bernama perahu kayu..

Bila dibandingkan dengan perahu kayu, aku akan lebih memilih menjadi perahu kertas,,
ia lebih mudah dibuat, tak perlu keterampilan khusus, walaupun hanya sebentar berlayar dan terlalu cepat tenggelam, namun akan ada lagi yang menciptakan, menempa senyum sekilas dari pembuatku..

dia diam melihatku..
Sedangkan aku.. aku sesosok perahu lapuk dari kayu.. aku dibuat perlahan, dengan ketelitian, untuk terus menerus menyapa membuih menyatukan biru dengan warna coklatku. yang kemudian perlahan pula aku akan melapuk dan berkarat pada sisi sisi besi penyatu.. tak lama dari itu aku akan ditinggalkan, tersangkut di karang, dan akan tenggelam sendirian... menyakitkan bukan??

Selama hidupku, aku tak akan lelah membelah ombak, membantu para nelayan memiliki mata pencaharian.. namun adakah yang memikirkan nasibku? ketika diawal mereka bangga memilikiku, dan seiring berputar waktu aku akan terus berlayar, membuat rusuk penyanggaku melemah, kulitku tak sekuat dahulu, hingga akhirnya aku memiliki lubang halus di sana sini... ya, mula mula mereka akan menambal, ketika sudah bosan memperbaiki,, aku kembali ditinggalkan.. dibiarkan mengapung bersama ombak, angin, dan hujan, mereka yang akan selalu setia menemani menempuh kesendirian..

Dan lazuardi? ia hanyalah saksi, yang selalu bisu dan akan melihat di kejauhan,, dari awal kelahiran yang diakhiri kematian, dia terus akan melihat.. bukan untuk menyapa, ya, hanya melihat saja.. memperhatikan.. karena hanya itulah yang dia bisa lakukan.. diam, tak beralibi..

Aku, yang melapuk mati perlahan.. perahu kayu menuju ajalku..

--

abai

abai?
satu perlahan menoleh, berhenti

ketika tali temali janji tak akan pernah tertepati,


gigil dingin dini hari
aku sadar, kita akan tetap berlari,
tanpaku kamu terus berlari,
tanpamu aku terus berlari,

berluap tanya, menyublim mimpi,

seperti putih kertas coklat melempam terabai..

sudah sudah lagi..
celotehmu tak lagi berdengung di kepala ini..

--
tulisan itu ntah untuk siapa, aku menulis bukan untuknya, mungkin kamu, atau mereka.. bisa saja..

Monday, September 1, 2014

perpus yang adem adem basah..

yeah, posisi gue di kampus ini sebenernya. dengan kondisi yang adem adem basah gitu.. sebenernya ga adem basah juga sih, sejuk malah sebenernya ini perpus kampus gue. dan gue lagi duduk di spot favorit gue, gue di lantai tiga, dimana gue bisa bukan jendela dan ngedenger suara angin berhembus, fyuusshhh~~

jadi gue disini niatan sucinya mau nyiapin presentasi gitu sebenernya, tapi ya tetep ajalah, namanya manusia ada aja kurangnya, yang tadinya semangat membara tiba2 hilang tertiup angin karena ada aja halangannya.. dari laptop yang gamau nyambung sama internet, terus hape gue tiba2 dipinjem orang, ada yang mau dijemput, ketambahan gue jomblo (oke case yang ini sebenernya bukan masalah sih, gue cuma pengen sharing aja), dan masih banyak lagi..

ini lagi ngeblog gue ceritanya..