Tuesday, February 26, 2019

Sunday, February 24, 2019

Jakarta

Jakarta sang Ibukota, penuh dengan intrik dan suka duka. Jakarta bagiku adalah kota yang menyimpan cerita mengenai perjuangan dan persahabatan. Satu kota penghubungku dengan cerita luar benua. Satu kota yang menjadikan berjuang adalah hal yang begitu berharga dan layak untuk diceritakan.

Jakarta hanya akan jadi Jakarta, hiruk pikuknya begitu terasa menyebalkan tapi juga kurindukan. Kota yang jarang kuceritakan namun aku begitu ingin kembali padanya. Sekalipun selalu kusebutkan aku jengah bersama penuh polusinyanya, namun sesekali aku ingin kembali pulang, mengulang tanpa rasa bosan.

Jakarta akan terus jadi Jakarta, akan terus terdiam hari tanpa tertidur sedetikpun melihat sesaknya. Jakarta juga yang jadi saksi rindu dimana kita tak pernah bertemu sekalipun berdekatan. Mungkin tak sekarang, tapi di lain kesempatan. Mungkin nanti ketika kita bisa dengan leluasa bercanda tawa cerita masa muda yang penuh kebodohan. Mungkin juga, di kota lainnya.

Ya, bila waktu itu kita tak harus kembali melalui Jakarta, kita bisa saja masih bersama.

--

Tuesday, February 12, 2019

Aku terdatangi kamu sekali lagi, sosok menyenagkan selalu beri buai dalam mimpi. Meskipun sesekali, kamu selalu rutin beri kunjungan padaku kala terlalu lelah dan merindukan masa silam.

Kita memutuskan untuk saling berkenalan lagi. Anggap ini adalah pertemuan pertama dimana kita hapus semua apa yang terjadi lalu. Selamat datang kembali. :)

Ps. Membiarkan kupu-kupu beterbangan di perutku, aku main api..

Thursday, February 7, 2019

Bicaraku di sudut langit

Malam tadi kita tak jadi bertemu, sebut saja itu konspirasi alam yang seringkali buatku termangu..
Mungkin kamu masih tenggelam dalam duniamu, terlihat asik mencari ntah apa yang kutak mengerti. Aku disini hanya mematung sembari memandangi gambar bergerak dimana ada aku kamu, membayangkan sembari mengagumi lekuk juga indah dirimu.

Aku tahu kamu sedang lelah hadapi dunia
Namun seringkali dunia tidak berjalan sesuai dengan rencana memang. Bahkan, ada sesuatu yang buatku harus terus menahan dan bersabar, bukan jadi aku yang dulu.
Sementara kamu rindukan masa begadang hingga pagi karena pekerjaan, aku merindukan rasanya bisa pulang dalam dekapan, diperhatikan dan diberi waktu. Kita memang lucu.

Kita berbeda, karena aku kamu tumbuh dalam ekosistem dan suasana yang berbeda pula.
Kita betul-betul sadar kita tak saling kenal, karena ketidaksengajaan yang disengaja sajalah yang buatku denganmu kini.
Tapi menyenangkan bukan?

Aku bukanlah aku yang biasa diam menunggu, tapi entahlah, kali ini aku hanya ingin tahu dimana batas kesabaranku terhadapmu. Batas yang sudah kubulatkan akan selalu kutambah kapasitasnya. Mengapa? Sudah jelas agar kamu merasa nyaman dengan aku.

Rindu ini membuncah sekalipun mungkin tak sampai padamu. Dada ini sesak karena penuh akan asa rasa yang mungkin tak terasa olehmu.

Di sudut langit malam ini, kutitip rindu untuk kau ambil esok pagi.
Selamat beristirahat dengan sisa kecup yang tak kau sadari kuberi, saat engkau pergi terlelap tadi.
Selamat malam menjelang pagi, Matahari.

--
J

Tuesday, February 5, 2019

Teruntuk kamu yang pergi terlebih dahulu.

Malam tadi aku menemuimu, kita berujar sapa di tepian jalan. Kita bicara banyak, dan sekali lagi aku mengeluh padamu, sementara kamu hanya beri senyum seperti biasa. 

Kamu begitu nyata, dan sebelum mata ini terbuka, kamu sempat bilang 'selamat tinggal'. 
Kata yang tak pernah terucap bahkan di kali terakhir kita bertemu.
Dan sebelum mimpi itu berakhir, kamu beri aku peluk,.

Erat yang menghangatkan, erat yang beri nyaman. Ah, Aku rindu.

Kita pernah menjadi pelengkap satu sama lain. Aku pernah sekuat tenaga mengejarmu, walaupun pada akhirnya kamulah yang membuat nyawa ini hilang, jiwa ini tak lagi labuh ketika kamu pergi. Kamu begitu lekat, hingga kehilanganmu adalah peristiwa yang ingin kuhapus dari otakku.

'Bagaimana kabarmu?'
Adalah pesan yang lama ingin kutanyakan sejak dulu.
Tapi alih-alih mengenyampingkan ego, kutinggikan harga diriku justru.
Padahal aku tahu, itulah yang bikin aku semakin kehilanganmu.

'Nona, Kamu dimana?'
Adalah tanya tak terucap sejak lama.
Yang begitu sering kutuliskan namun tak pernah tersampaikan.
Biar, biarlah mengusang tertutup debu masa lalu hingga bersawang.

Aku tak lagi mendengar kabarmu, mungkin ego juga harga diri yang kupertinggi, 
Padahal aku tahu, sulit untuk dapatkan pengganti senyaman dirimu.

Ya, kita tak lagi bersama tanpa ada yang memutuskan. Kita hanya saling membiarkan di tengah dingin kota itu. Walaupun aku tahu, nadi ini mungkin tak lagi teraliri merah kala kau benar pergi.

(jeda)

Begitu terbangun di dalam tenda, Akupun menyeruak keluar, menghampiri malam yang belum juga hilang. Menengadah dalam gundah, aku bicara satu arah dengan Tuhan, menyampaikan pesan untuk masa lalu. Masa aku tak peduli dengan dungu.

Haha. Aku begitu bodoh menelantarkan perjuangan kita kala itu. Ntah kenapa inginkan kamu, mungkin karena aku tahu, doa kita tertuju pada Tuhan yang tak sama. 

'Kalau doaku tak dikabulkan Tuhanku, mungkin Tuhanmulah yang akan kabulkan doa kita.', Candamu waktu itu.

Nona, di sepertiga malam ini, aku menitipkan rindu. 

Teruntuk kamu, yang telah pergi terlebih dahulu..

--
Ps. Musikalisasi puisi pertama tahun ini!

Sunday, February 3, 2019

2 Februari 2019

Aku menulis ini harusnya tanggal 1 yang baru terpikirkan tanggal 2 namun baru kutulis di penghujung tanggal 3 bulan dua tahun dua ribu sembilan belas.

Februari selalu membawa bahagia. Terima kasih masih sudi bertemu lagi tahun ini.

Mendua, mendewasa..

Bersama (?)

Biar Tuhan yang memberi jalan. Karena manusia terlalu pendek akal yg dipunya.

Terima kasih. :)