Tuesday, December 29, 2020

Aku pernah bermimpi: Menjadi seorang Profesor. Salah satu mimpi yang begitu kudamba kala masih menjadi seorang idealis bernama mahasiswa.

Menjadi seorang sabar mungkin memang bukanlah gayaku. Terutama bila harus terus bersinggungan dengan ekslusivitas dan hal yang begitu administratif. Keinginanku untuk mengajar kuat memang, tapi aku mundur bila terus didera rutinitas tanpa didukung oleh lingkungan yang baik. Iya, aku pecundang memang. Tapi keberpecundanganku bawa positif dengan apa yang kumiliki hari ini. Itulah hidup, ya?

Pernah kuberpikir bahwa kami adalah kumpulan orang pintar dengan kegiatan kosong. Kegiatan berujung pada gosip-gosip obrolan rumah bawa ke kantor. Ya aku tahu akan banyak yang mengecam dengan opini tersebut. Karena berangkat ke kampus untuk sekedar menggugur kewajiban dan menunggu pulang bagi sebagian kami bukanlah hal yang aneh lagi. Tapi di beberapa institusi, hal tersebut adalah hal lumrah dan merupakan rahasia umum.

Tidak, tak semua dari kami demikian, ada yang betul-betul beri sumbangsih tanpa mengharap apapun kecuali murid menjadi lebih baik. Menyedekah ilmu tanpa berpikir pamrih. Mereka kuanggap orang hebat sekalipun banyak hal buruk memecut orang-orang baik ini. Beberapa adalah role model untuk kuambil kebaikan dan landasan perjalanan hidup. Dan memang, orang baik akan selalu mendapat ujian yang lebih berat. Seperti kebanyakan mereka. Ada kala hatiku hancur, ketika kulihat kolega dekat menangis karena hal administratif atau yang cerita sesepele, 'orang baik tak ikut gerbong hanya akan dibuang'.

Begitulah kami, banyak hal tak terceritakan karena citra memang hal penting yang harus dijaga.

Mendapat gelar profesor mungkin bukan jalanku. Namun aku telah belajar banyak dari mereka, para profesor ilmu dengan atau tanpa gelar yang tersemat di nama meraka. Mereka yang tak berpamrih dan turut mengukir sosokku hari ini. 

Selamat pada seorang guru dan pengayomku di sebuah institusi yang besok akan dikukuhkan gelar Guru Besar di depan namanya.

Ah, nyatanya sekalipun terus merundung, aku rindu suasana teduh saintifik itu.

--

Di sebuah kios ikan yang baru terbangun kemarin

Wednesday, December 9, 2020

Besok ah! Harus bisa ganti nomor! Wk

Seharusnya

Harusnya semudah itu membuang yang sudah lalu. 

Semudah meletakkan pembungkus hadiah yang tak lagi berguna ke kotak sampah.
Semudah membuang baju dan celana yang sudah robek dan bolong sana sini.
Semudah mengganti ponsel tua usang dengan yang lebih baik.
Ya, semudah itu.

Nyatanya tidak bagiku, seorang melankoli. 
Lebih baik menyimpan kembali pembungkus kado siapa tahu tergunakan untuk nanti.
Tetap mengguna baju yang bahkan terlihat bagai dress yang hanya kupakai kala tidur.
Dan masih saja menyimpan segala elektronik yang tak lagi menyala.

Ya, seberat itu.. 
--

Thursday, November 5, 2020

Apatis

Beberapa media sosial saya tutup beberapa minggu lalu dari laman pintar saya. Bukan deaktivasi, hanya sekedar menghilangkan dari ponsel saja.


Hasilnya? Menyenangkan. Saya tidak harus buka instagram atau twitter untuk mengisi waktu kosong. Saya jadi lebih banyak gunakan waktu luang saya bersama Mbak Kenyo dan/atau mengisi dengan menghubungi beberapa kontak lama. Bila butuh hiburan? 9gag selalu jadi pilihan saya sejak satu dekade lalu. Hehe. Untuk menulis? Selalu ada ciptaweje dan cwjati yang siap ditumpahkan rasa selain mulut dan telinga.


Ternyata mengurangi hubungan dengan dunia luar bisa buat lebih fokus dengan apa yang sedang dikejar. Serta mensyukuri apa yang menjadi 'present' di hidup ini. 


Bukan tidak mungkin saya akan menyambangi kembali dua aplikasi yang dulu banyak menyita waktu saya sekedar untuk mengikuti perkembangan hidup mereka yang saya ikuti. Itu biarlah nanti. Sekarang biarlah saya tenggelam dengan nikmatnya hadiah hari ini serta karunia persaudaraan dan persahabatan pada circle yang jauh lebih kecil.


Terima kasih.

--

Thursday, September 24, 2020

 Saya penyuka senja. Begitu mengagumkan bisa melihat langit yang saya selalu kenal berwarna biru atau hitam beri warna jingga begitu memesona. 

Seperti langit, kita sering kali beri warna umum untuk orang tahu. Namun selalu ada warna kelabu bahkan kelam yang tidak selalu orang suka. Beberapa mungkin akan bisa nikmatimu dengan warna hitam itu, tapi beberapa yang lain memilih untuk tidak hiraukanmu. 

Namun senja selalu beri warna haru, ketika akan berpisah dengan warna menyenangkan. Seperti beri tanda bahwa ia akan pergi, sementara.

Yang tidak pernah kita tahu, kapan kita bisa bertemu lagi dengan senja seindah itu. 

Karenanya, tiap tiap senja selalu spesial bagi saya, karena tidak selalu saya bisa nikmati dengan penuh kekaguman dan tenggelam dalam pikiran.

Thursday, September 10, 2020

 TAMPILAN BARU! SUKA! WK!

LAMA BANGET GA BUKA BLOG DAN TERNYATA SUDAH BERUBAH!!

MOODNYA LANGSUNG ENA WKWKKWW

Monday, July 27, 2020

Mengena asaku dulu.

Beberapa baris kata kutemukan tak sengaja berserak di salah satu laci usang masa kecilku.

Segala rahasia banyak kugembok disana. Mulai dari pengalaman lucu, puisi pertamaku kala SD dan kubacakan di depan kelas untuk tugas mata pelajaran bahasa indonesia yang kini sudah tak terbaca, beberapa kenang-kenangan dari beberapa teman, hingga kado ulang tahun yang baru kusadari ternyata aku punya pengagum ketika aku SMA! Haha.

Begitu menyenangkan bisa mengalirkan banyak kata dan menumpah segala isi kepala tanpa khawatir akan ada yang mencibir atau menyungging sinis sebab statusku yang tak jelas kini. Aku begitu bebas mengutarakan apa yang kumau dengan begitu egoisnya. Aku tak pernah takut mengena apa yang akan menimpa setelahnya. Bahkan, kurasa aku tak punya hati hingga tahun lalu. Egois dan bertemperamen tinggi kuyakin adalah dua sifat pas yang begitu lekat dengan sosokku.

Ada satu mimpi yang begitu jarang tercerita selama ini.

Bahwa aku ingin jadi seorang penulis. :)

Sebuah asa yang begitu menyenangkan bagiku. Dimana aku bisa menggores pena sesuka hati, menumpahkan segala buah pikir dan rasa untuk dialirkan sesuai dunia yang kubuat sendiri. Begitu banyak yang ingin kusampaikan namun begitu kusut dan butuh untuk diurai.

Aku merasa mampu untuk menggambarkan banyak dan memberi deskripsi dengan begitu detail mengenai banyak hal.

Bahkan beberapa pembaca abu-abuku kerap menanyakan dimana diriku kini. Coretan di kertas buram yang sering kulempar begitu saja menuju tong begitu sayang kuakui.

Begitu besar keinginan untuk lakukan dan merealisasi. Terlambatkah?

Sekalipun tidak, ada satu namun yang mengganjal tiap kali aku coba goreskan tinta pada tiap kanvas pikirku. Aku tak lagi sepercaya diri dulu..

--

Sunday, July 26, 2020

8kg!

Akhir bulan lalu gue coba kembali mengurangi berat tubuh agar terlihat lebih proporsional dan ketika jadi sorotan ga selalu perut gue yang disorot. Wk.

Sebulan berlalu..

Dan akhirnya turun 8kg! wkwk. Ini sedikit banget sih! Dulu biasanya pas diet-dietan gini, 15 kilo sebulan itu biasa banget. Kalau sekarang terlalu banyak excuse juga kasih kesempatan badan buat ga cape kali ya(?) hahah.

Biarlah, yang penting daku senang dengan posisi badan yang tidak terlalu gembung ini. 20kgs to go, Cipt.

--
I love myself kalo kata orang-orang mah.
J

Thursday, July 2, 2020

Tau rasanya udah nulis panjang2 ternyata ga ke save?
iya, barusan ngerasain itu..

Sunday, June 21, 2020

Masih teratur dan bisa kubuka kapanpun bersama pengabadi suasana.

Sebuah foto yang dikirim oleh seorang sahabat kala suka duka. sahabat yang menyebalkan dan selalu siap mendengar cerita. Kini kami sudah mendewasa ternyata, bersama segala kesibukan dunia, kesibukan mengisi hari dan kebutuhan. Tapi cerita kebodohan yang telah terbuat selalu asik dijadikan bahan tawa kala jumpa.

Dia mengirimkanku ini.



Di tengah kantuk aku merasa pilu.
Masih dengan aku.
Dan semua semangat di masa mudaku.

Kacamata hijau yang selalu kubangga karena menyisa cerita di suatu pesta.
Baju v-neck yang kalau kupakai disini pasti buat dicerca.
Celana yang kubeli bersama seorang pebasket Nantes yang kebetulan satu kota.
Sepatu yang hilang di masjid kala aku kerja.
Topi yang tertinggal di bus bandara.
Tas yang menjamur karena tak terawat.
Serta cardigan abu-abu di suatu tempat di Jakarta.

Aku yakin salah satu kebahagiaanku kala itu adalah karena beratku tak menyentuh 80 kilogram kurasa.

Indah dan masih tersimpan rapi. Bersama segala memori yang menguak tak tertahan. Sekecil ingin lagi melihat indahnya biru langit di Eropa.

Menua itu menyebalkan kata mereka di sekelilingku.
Tapi tidak bagiku.
Karena memori selalu hidup bersamaku.

--
Jati

Saturday, June 6, 2020

Memuja Gelar

Barusan suatu grup alumni lulusan luar negeri ramai. Ramai yang tiba-tiba. Menyoal seorang rekan yang menikah tanpa memasukkan gelar akademik yang diterima dari sebuah universitas ternama di sebrang benua.

- ada yang setuju
- ada yang tidak setuju
- ada yang tidak peduli

Terlepas setuju tak setuju, bagi saya pencantuman gelar akademik bukan sebuah masalah. Pride? Bisa jadi. Aktualisasi? Boleh saja. Saat ini, bagi saya tidak penting. Tidak tahu besok ya. Ehehe.

Terserah, tiap pihak boleh berpendapat. Yang tidak berpendapat juga tidak masalah. Saya kala ini di golongan yang ketiga soalnya. Mau diberi atau tidak ya tidak masalah. Itu informasi kok. Mau diterima bagus, engga ya gapapa. Ga dicantumkan? Ya bukan sebuah masalah juga.

Karena semakin menua, saya semakin sadar. Bermasyarakat bahkan bernegara seringkali tidak memerlukan gelar untuk memilii suatu kualitas. Ada yang sudah bergelar doktoral di usia muda, tapi ketika terjun ke lapang masih harus belajar. Ada yang tidak memiliki gelar di bidang tertentu tapi nyatanya ahli di bidangnya. Gelar itu untuk menunjukkan ahli di bidang tertentu, capaian tertentu. Tapi menyoal kualitas? Tergantung batu asahan yang dipakai sepanjang perjalanan nafas ditarik-hembus.

Saya? Saya mencantumkan gelar. Hehe.

Hidup itu pembelajaran.

--
Preference. Gausah diributin. 
Tapi kalau prefer ribut? Ya silahkeun...

Friday, June 5, 2020

Ring 1

- Oh udah berubah haluan?

Pantes aja sulit banget dicari. -

-

Eh iya, seorang pejabat dua hari yang lalu nelpon gue. Nanyain kabar dan gimana kesibukan sekarang.

Iya, gue juga aga heran dengan telpon yang masuk di jam 22.23 itu. Tapi ya namanya pejabat, kerja mulu sik. Jadi ya diantara Mbak Aisyah bobo (yang selalu) unyu, gue buru-buru ke luar kamar buat angkat.

'Assalamualaykum, Pak.' Gue memulai pembicaraan.

'Waalaykumsalam, Pak Jati. Wah sudah lama sekali saya tidak menelpon, kira-kira mengganggu kah?' Pertanyaan dari ujung sana yang jelas ga akan gue balas dengan jawaban 'Iya, Pak.'.

'Oh tidak pak, kebetulan ini baru selesai pekerjaan, lagi nonton TV.', Jawabku.

Pembicaraan berlanjut dengan bertanya kabar dan kesibukan. Singkat cerita beliau menanyakan mengena bisnis yang gue jalankan dan kondisi lapangan di Lampung. Ternyata beberapa pejabat melirik Lampung untuk lahan bisnis yang oke. Tapi (saat ini) mereka belum punya PIC.

Kok mereka tidak turun sendiri? Yah, orang lingkar dalam yang sibuk meng-Indonesia seperti mereka bukan tipe merintis dan memastikan usaha berkembang. Lebih mudah bagi mereka untuk memercayakan pada yang dipercaya. Dan kali ini, gue dikasih penawaran yang sulit gue tolak.

Singkat cerita, dalam waktu dekat kalau tidak berkesibukan, gue akan diundang ke Jakarta. Otomatis gue ragu bisa berangkat apa engga karena memang Covid19 ini bikin ga leluasa bergerak. Guepun bertanya, 'Lah kalo gapunya SIKM apa saya bisa ke Jakarta, Pak?' Tanya gue polos.

'Lho, kalau pejabat negara kan boleh, Pak? Hehe.' Balas enteng suara di seberang sana.

Seketika gue nyengir.

--

Monday, June 1, 2020

Halo, Yes.

Halo, Yes.
Apakabar kembali?

Surat ini kubuat karena baru saja kudengar sajak dari seorang teman untukmu.
Yang aku pun tak tahu, kamu akan mendengar atau tidak.

Aku tak kenal sosokmu, tapi aku tahu rasanya jatuh dan goyah untuk berdiri.
Kontak pertemamu dengannya yang begitu buat berbunga.

--

Sunday, May 31, 2020

Segera Juni

Juni, segeralah bertemu.

Aku tak sabar lagi, menunggu kejutan apalagi yang akan kudapat selanjutnya.
Karena biasanya, setelah aku berencana, akan ada hal-hal seru yang kudapat tak lama..

--
Mei, aku padamu.

Friday, May 29, 2020

At the risk of sounding too old, i do miss the feeling of being sixteen. The world was yours, the real world hadn't hit you yet, hanging out with you friends was everything.

--
Chelsea Cutler - Sixteen

Thursday, May 28, 2020

Posisi atas selalu menggiurkan, dan buat halu.

Sering buat tidak siap ketika di bawah, terlalu yakin semua akan berlalu dengan aman saja.
Sementara jatuh selalu mengintai.

Besok aku ingin ke luar, cari ramai, cari sesuatu untuk dilaku.
Tak hanya berbaring malas dengan jendela tertutup.

Dari dunia.

--

Tuesday, May 26, 2020

Tidak berada di tempat yang membuat saya stress.

Saya sedang bingung, tapi saya sadar saya butuh sesuatu yang baru. Sesuatu yang tidak melulu itu-itu saja. Saya melakukan itu sekitar 4 tahun ini. Tidak salah, tapi kurang tepat. Karena saya sadar kebahagiaan saya adalah ketika saya berkembang.

Saya selalu menyukai menjadi yang pintar, tapi saya tidak tahan selalu menjadi yang paling pintar di suatu tempat. Kenapa? Karena saya tidak berkembang. Dan itu menjemukan, membuat saya betul-betul stress dan merasa tidak bahagia.

Saya banyak berbagi, tapi saya merasa tidak mendapat banyak pelajaran baru. Tidak bersosial banyak, apalagi mendapat masukan dari mengamati cara hidup orang lain.

Saya butuh sesuatu yang baru, yang bisa membuat gairah ini bergelora. Mengejar dan bermimpi.

Ya, bagi saya mimpi itu begitu mahalnya. Karenanya tidak semua orang mampu memiliki mimpi.

Apalagi mewujudkannya.

--

Thursday, May 21, 2020

Waktu semua ini berakhir

Kalau pandemi ini berakhir, apa yang mau lo lakuin? Kalau memang semua ini sudah selesai dengan segala keterbatasannya, apa yang pertama bakal dikerjain?

Beberapa waktu terakhir, gue banyak banget nyusun rencana. Rencana yang bakal gue lakuin ketika wabah ini selesai dan bisa sedikit lebih bebas ngelakuin apapun. Bebas dalam artian tanpa khawatir akan tertular, tak segan melakukan banyak hal tanpa ketakutan.

Gue juga sadar, bahwa wabah ini tidak akan selesai secepat yang dibayangkan. Boleh berharap baik, tapi dari sudut pengetahuan gue yang ga seberapa ini, sedari awal ada outbreak virus dan ditemukan kasus di Indonesia. Gue langsung bilang sama diri gue buat ga berharap terlalu tinggi segalanya bisa kembali normal dalam waktu satu atau dua bulan. Engga, itu engga mungkin. Bahkan penyakit yang bisa menjangkiti dunia ini mungkin baru betul-betul bisa dijinakkan dalam waktu yang relatif ga sebentar. 

Ga ada salahnya berharap. Tapi kalau ketinggian juga yang ada kecewa, bukan? Jadi tetaplah berpikir positif tapi jangan ketinggian. Nanti jatuhnya sakit. Ehhe. 

--
Yuk jalan-jalan? 

Wednesday, May 20, 2020

mau apa

Sebentar lagi lebaran. Lebaran yang berbeda. Kali ini tanpa goreng pempek. Kali ini lebih banyak tidurnya.

Yes!

Sunday, May 17, 2020

Surat Pertama Untuk Aurum

Aku jatuh cinta lagi..

Pada pemilik senyum mungil dengan mata berbinar.
Engkau yang berpipi gembil dan kulit bersih bersinar.

Begitu hangat tiap dekap yang kadangkala kau rasa tak nyaman.
Betapapun pikiran ini bising karena dunia, selalu dirimu mampu hapus dengan ulas senyuman.
Pandangan nakal tiap kali kuajak bercanda, buatku sadar kaulah anugrah indah dari Tuhan.
Begitu indah hingga seringkali aku sesak dan ingin memelukmu lebih lama, takut ada kehilangan.

Terima kasih untuk tiap pagi yang kita lewati.
Semoga waktu tak terlalu cepat berlari.
Agar aku bisa berlama mengelus pipi.
Dan menciumimu kapanpun kuingini.

Satu lagi...
Jangan malu genggam tanganku..
Sekalipun di depan gengmu..
Tetaplah menjadi pengindah hari.
Pemberi cinta penyejuk hati.
Ketika engkau besar nanti..

Dariku..
Fans terberatmu nomor satu..

--
Daddy

Saturday, May 16, 2020

Menjadi besar tentu harus ikut proses, begitu juga dengan rintisan.

Bila langsung jadi besar, apakah itu bukan berarti bersiap-siap untuk jatuh?

Bagi yang sudah terbiasa dengan tinggi dan punya persiapan terjun bebas pasti akan lebih aman. Namun celakalah bagi mereka yang tenggelam dalam gelimang dan tak bersiap.

Jatuh itu pasti, apa persiapanmu?

--

Friday, May 15, 2020

Lewat Suara

Gue lagi lumayan sering ngomong beberapa minggu terakhir. Tapi ngomong yang ada isinya, bukan cuma marah-marah doang sama anak. Tapi omongan yang diawali dengan berpikir. Covid ini betulan membantu gue untuk berpikir banyak, dan menyiapkan segala sesuatu untuk memulai lagi.

Memulai apa? Semuanya!

Iya, memulai lagi menata diri juga hati, memperbaiki usaha dan sistem perusahaan, memulai lagi memastikan kehidupan di masa datang, dan mereset ulang list mimpi yang terlanjur tidak tercapai.

Banyak hal tertinggal. Gue terbuai waktu luang yang buat gue ga awas sama apa yang terjadi di sekitar kita. Bahkan gue terlindas oleh buai waktu berjalan, sibuk berlaku tak perlu sampai gue tau semua sudah jauh berlalu.

Salah satu mimpi itu adalah, gue pengen siaran lagi! Hehe. Segitu rindunya bersiaran dan menyapa pendengar. Beberapa tahun lalu bahkan gue sempat ketemu sama salah satu orang radio lokal buat nawarin kerja sama, atau seengganya buat diskusi deh. Tapi gue ilfeel karena ni anak songong banget! Haha. Salah satu kesempatan gue buat mengudara lagi akhirnya kandas. Yahh..

Tapi berkat covid ini, gue menjalin lagi silaturahmi dengan berbagai orang yang buat gue rasa lebih bebas. Nama-nama lama tempat nyantai ngobrol dan diskusi. Sampai akhirnya kesempatan mengudara ada lagi! Yes!

Kali ini ga lewat radio memang, tapi via podcast. Semacam Audio On Demand gitu yang rekam suara kita terus diunggah ke internet, setelahnya pendengar bisa listening ke podcast melalui platform-platform tertentu. Ini sudah minggu kedua gue mengudara. Menyenangkan!

--
Ps. Oh iya, gue sementara numpang dulu siarannya, sama Ex-penyiar Radio PPI Dunia juga! Yay!
Pps. Tenang, bakal punya podcast sendiri juga kok. Tunggu aja.. :*

Tuesday, May 12, 2020

"Pak, saya mau bisa berangkat S3 sebelum umur saya 30. Bisa ga ya pak?"

Beliau tersenyum sedikit terkejut mendengar anak didiknya menyebut sebuah asa yang bukan main-main.

"Hmm.." terlihat kerut di dahinya seraya memilih kata-kata yang akan disampaikan pada muridnya ini. Sepertinya beliau tahu, mimpi ini bukanlah sesuatu yang mudah diwujud.

Akupun baru menyadari, hidup begitu tak tertebak.

"Udah, kamu fokus dulu aja buat berangkat. Perjuangan ini masih panjang, Cip. Dan berdarah-darah. Kalau nanti sudah pulang, kita ngobrol lagi"

-

Penggalan percakapan saya dan seorang dosen yang sudah saya anggap ayah ketiga saya di Semarang. Ruangan Administrasi Magister Manajemen Sumber Daya Pantai, Universitas Diponegoro

Aku baru menyadari saat ini, mengapa beliau menjawab saya seperti itu. Karena sejatinya hidup begitu berliku dan rumit. Semangatku tergerus waktu juga hantaman hidup. Keinginan tak sekeras itu lagi.

Tiba-tiba aku malu bahwa sering dengan pongah berkata pada para mahasiswa, bahwa untuk menggapai mimpi dibutuhkan energi besar sekali.

Satu hal yang lupa saya berikan kepada mereka, "Waktu begitu bengis menitiki segala kantung semangat yang pernah seorang manusia punya begitu banyak."

--
Sial, aku rindu pada nyala api dalam dada buat buncah semangat tak mudah mati.

Monday, May 11, 2020

Mimpi Besar

Jutaan memori terekam, tak terulang. Ingin aku ceritakan lewat nada yang aku sadar tak harmonis. Keterbatasan ini membuatku banyak buat aku merefleksi, membuat bahagia dalam keadaan tak mudah.

Begitu banyak mimpi terkubur satu persatu, aku bukan tak ingin wujudkan, namun hanya sedikit perlu waktu. Tergerus ekosistem dan realita yang seringkali menyebalkan.

Waktu kini berubah banyak, buat ego juga rasa membuncah sebab berat untuk tunjukkan wajah asliku. Aku hanyalah aku yang begitu ingin ucap rasa pada banyak orang.

Bahwa aku masih disini, masih menyimpan mimpi begitu rapat. Merapal ulang mantra-mantra lama yang kutaruh entah dimana. Kucoba kutambal ulang, sulam kembali. Agar lebih mudah bagiku tentukan arah. Aku selalu bersyukur, dari sebuah cobaan selalu ada harapan.

Kali ini, harapanku besar sekali. Sekalipun mungkin kondisi sudah berbeda. Tapi tak apa. Masih ada sisa satu tahun lagi untuk mewujud satu mimpi besar di kala muda.

--
Iya, satu tahun lagi.. 

Saturday, May 9, 2020

Tak Bisa Segala

Pada akhirnya kita harus memilih mau jadi apa kita, mau diingat seperti apa seiring waktu bergulir.

Kita tak bisa terus memaksa diri meraup segala, bisa segala. Karena kita manusia.

Begitu banyak pilihan dan kesempatan, maka berbijaklah! Bijak dalam memilih dan menentukan arah masa depanmu. Memastikan kamu tidak tersandung batu kecil dan tajam yang bisa buatmu berdarah-darah dan kehabisan napas.

Gagal itu biasa, tapi bagaimana kamu bisa menghadapi segala susah dan mensyukuri semua masalah jadi lebih utama.

Lupakan sejenak beban karena pada akhirnya kita bukan Tuhan Sang Maha. Berkuatlah, berkuatlah...

--

Friday, May 8, 2020

membaca pikir

Membaca pikir selalu menyenangkan. Karena sejatinya kita tak akan mengerti isi hati dan arah pikiran seorang manusia, hingga mereka beritahu sendiri.

Mulut bisa berdansa tapi alir darah di otak dan hati tak pernah dusta.

Tulisan jadi salah satu wadah paling jujur mengena rasa dan buah renung. 

Terima kasih masih terus setia membaca, dengan segala kurang lebihnya. Terima kasih untuk tidak berhenti ingin menulis.

--
J

Sunday, May 3, 2020

Selalu ada saja hal kecil yang merintik menuntun masa lalu.
Bukan masa jaya, tapi masa bahagia.

Bila kau tanya aku, "Apa bahagianya?"
Berbahagia dengan segala yang tak kumiliki.
Tak punya uang tapi selalu ada kosan tempat berkumpul.
Tak punya waktu istirahat tapi senang revisi laporan selesai.
Tak punya pencapaian tapi selalu ada teman bejat yang siap menerima kekurangan.

Sudahlah, intinya aku berbahagia karena tak punya tanggung jawab dan bisa sesukanya, tanpa harus berpikir apa yang akan terjadi atas apa yang kubuat..

Bila kau tanya aku, "Apakah sekarang tak bahagia?"
Tentu aku bahagia, bahkan lebih.

Hanya saja, tak bolehkah aku menoleh sebentar?

Aku janji, hanya sebentar.
Sekilas lalu, bukan untuk kembali ke masa itu.

--

Sunday, April 12, 2020

Produktivitas Sejati

Saya merasa produktif hari ini. Tidak hanya produktif, saya merasa bahagia! Sedari pagi saya sudah berangkat ke pasar. Ya, saat ini saya merelakan harus ke pasar di tengah pandemi karena ada beberapa keluarga yang saya jaga. Beberapa? Iya, tidak hanya satu.

Merepotkankah? Tidak seberapa. Karena bagaimanapun hal tersebut bisa memperkecil kemungkinan persebaran virus Corona. Selain keluarga, ada juga kebutuhan warung yang harus dibeli. Ya, bagaimanapun perut tetap harus diisi di tengah kewaspadaan yang terus meningkat..

Apatis? Mungkin lebih karena 'keharusan' ya. Saya juga kalau boleh memilih, ingin berada di rumah saja dan menjaga keluarga kecil saya. Tapi bila saya seperti itu, maka akan lebih tinggi risiko terjadi penularan Covid-19 ini di keluarga saya. Repot? Tidak apalah, toh untuk kebaikan yang lebih besar, bukan? Saya juga was-was sebetulnya, tapi saya coba meminimalisasi saya terpapar dengan cara mengurangi intensitas keluar. Dengan cara menjadwal ke pasar beberapa hari sekali, misalnya.

Oh iya, selain kehadiran Mbak Aisyah juga kebertahanan usaha kami menjadi penyemangat saya dalam mencari rezeki, ternyata wabah ini membawa dampak positif.

Dampak positif bagi perusahaan adalah, saya tengah menggodok usaha baru bersama teman-teman saya di Semarang dan Bandung! Hehe. Sudah ada dua usaha yang dibicarakan saat ini. Bidang yang akan kami geluti adalah Otomotif dan Kuliner. Kami sementara ini menyepakati bahwa 'Sejati' menjadi nama dari usaha baru kami. Berasal dari Semarang dan Jatimas. Iya, karena pusat dari usaha terbaru kami rencananya ada di Semarang. Heheh. Hal yang makin di luar ekspektasi. Semakin besar mimpi, maka semakin besar pula effort yang harus dilakukan. Tapi saya yakin semua akan tercapai pada waktu yang tidak lama. Mengapa? Karena saya tidak sendiri.

Bocoran! Ini logo kami! Hehe
Img source: Dokumen Pribadi


Profuktivitas saya menghasilkan bahagia. Kalau kamu gimana?

--
First Created on April 12th 2020.
J

Pohon Perbuatan

Saya percaya bahwa segala apa yang kita lakukan akan kembali ke kita. Selama itu ke arah kebaikan, dan kita meyakini hal tersebut, maka akan ada kebaikan pula kembali ke kita.

Contoh kecil adalah, bersedekah. Perbuatan merupakan bibit yang kita tanam saat ini. Ntah dengan cara apa benih tersebut akan tumbuh dan terus berkembang. Suatu saat akan memberikan buah yang nantinya akan kita makan. Pertanyannya, jenis bibit apa yang kita pilih? Kebajikan atau keburukan? Pohonnya perbuatan akan membesar dan berbuah, berbuah baik dan buruk yang akan kita konsumsi.

Terbayangkah bila pohon tersebut berisi hal tidak baik? Buahnya akan berbau anyir dan busuk. Jangankan memakannya, mencium baunya saja akan membuat ingin muntah, mungkin. Tapi bagi yang terbiasa, maka buah buruk tersebut tidak akan berasa apapun. Tidak serta merta buat jijik. Tapi ya terlihat biasa.

Pilihan dalam hidup adalah menyemai kebaikan atau keburukan. Tanpa disadari, sudah banyak benih kita semai. Sudahkah mulai memetik buahnya?

Saya merasa hidup saya tercukupi. Bahkan di tengah wabah Covid-19 ini, saya justru merasa semakin tenang dan tidak terlalu banyak pikiran.

Saya memiliki masalah, sama seperti makhluk lain. Dan saya meyakini, masalah tidak akan diberikan oleh Tuhan pada hambaNya melebihi spesifikasi makhluk. Semakin saya menyadari itu semakin saya merasa tenang dan bahagia. Semakin besar dan banyak masalah yang hadir dalam hidup, semakin saya merasa segera naik tingkat.

Hal ini yang tak hentinya saya syukuri. Karena diri ini masih mau dan mampu mengingatkan bahwa bahagia bentuknya sangat sederhana.

Kita hanya sering tak menyadarinya saja.

Friday, April 10, 2020

aku tahu yang kamu tidak tahu. sekalipun kamu cari tahu. dan sungguh, aku tak peduli dengan pikiran sesat itu. aku akan bahagia, dengan caraku.

--

Monday, April 6, 2020

Membangun Manusia

Membangun manusia beda banget sama bangun usaha. Hal itu jadi sesuatu yang menantang banget buat gue. Di sisi lain, hal itu sangat melelahkan.

Melelahkan? Iya. Karena membangun manusia tidak semudah kelihatannya. Kita bisa saja membakar semangat manusia untuk berbuat A B C D E dalam waktu yang singkat. Tapi apakah bisa api yang menyala bertahan? Bila bisa, seberapa lama apinya akan menyala? Akankah meredup?

Membangun usaha berbeda dengan membangun manusia. Membangun usaha tidak harus dengan hati. Sementara bangun manusia harus pakai hati. Hati yang membangun lama kelamaan akan terus terusik dengan segala penat. Hati juga akan semakin harap akan terbangunnya manusia. 

Akan menjadi sebuah pencapaian memang bila mampu buat manusia terbangun lebih tinggi. Tidak mudah tapi bisa.

Tapi kamu tahu apa yang sering buat kecewa? Harapan yang terlalu tinggi....

--

Monday, March 30, 2020

----

01100100 01101001 01101101 01100001 01101110 01100001 00100000 01110010 01110101 01101101 01100001 01101000 00111111

Sunday, March 22, 2020

Saturday, March 21, 2020

cerewet!

tempat lain

Rumah ini kecil, tapi disitu ada keringat yang mengalir.
Mungkin tak semegah rumah lain, tapi disini ada cercah harap setitik.
Aku tahu tempat ini tak seindah tempat lain.

dan..

Biarlah kunikmati apa yang kumampu, bukan apa yang kumau.
Karena aku bukan pengemis yang hanya bisa meminta, aku membesarkan diri dengan segala tenaga.
Persetan dengan cibir heran juga tekanan tak beraturan.

Mungkin ada baiknya aku tutup telinga lebih rapat,
ketimbang hati lara mendengar desus mencurigakan.
Dihakimi dan diberi cap sementara menjaga senyum terkembang begitu melelahkan.

Mungkin mereka merasa, merekalah tuhan.

--
kurasa rasaku.

Wednesday, March 18, 2020

Monday, March 16, 2020

Saya rindu naik kereta..

kursi panas

Tak sampai lima detik saya duduk di kursi kebanggaan ini. Ternyata ruang hijau tak terlalu besar bisa buatku rindu, sesuatu di luar perhitungan.

Kulihat beberapa tulisan milik seorang muda, ternyata sudah begitu banyak perjuangan kulalui. Kupilih untuk meninggalkan nyaman dan mencari jati diri. Tak semudah yang dibayangkan saat dulu masih idealis ternyata.

Banyak peluh juga lelah yang harus dibayar. Tak sekedar kerja keras tanpa berpikir. Hanya tindakan banyak disertai perhitungan agar tak terjerembab dalam.

Aku rindu duduk berfokus pada apa yang kucari sembari sesekali tergoda buka layar kecil perangkat dunia maya. 

Mungkin sebentar lagi, aku bisa duduk menikmati lagi. Tenggelam berpikir dan mencari jalan baru...

--

Wednesday, March 11, 2020

rendam

Saya baru saja mandi dengan air pelembut pakaian. Haha. Kok bisa?

Iya. Malam ini saya plg dari warung dengan rasa kurang enak badan. Perut saya melilit, pikiran penuh, ditambah dengan badan yang sedikit menggigil. Saya rasa kantuk sekali sedari siang, tapi seperti biasa, saya krg punya kesempatan untuk beristirahat. Sekalipun istirahat, pikiran saya tetap berkelana. Menyebalkan.

Kembali ke cerita malam ini, setelah rebahan sebentar menikmati waktu tenang, saya menuju dapur untuk menghangatkan air yang akan dicampur dengan air di bak, agar hangat tinggi. Akhir-akhir ini mandi air hangat sepulang lelah sehari adalah hal menyenangkan. 

Sembari menunggu saya membuka 9gag, salah satu sumber bahagia saya selama lebih dari 1 dekade. Tak terasa airpun mendidih, saya bergegas ambil lalu ke kamar mandi untuk campur air. Di bak kecil tempat saya biasa campurkan air tersebut, saya lihat ada air sedikit, krg dari 2cm. Tanpa pikir panjang, segera saya campurkan saja ke dalam bak. Tak lama saya rasa aneh, karena air terlihat mengeruh. Biasanya air campuran terlihat bening.

Saya berusaha positif saja, mgkn air sedang jelek. Tapi aroma wangi tiba-tiba merebak. Saya segera sadar, bahwa itu adalah air sisa pewangi pakaian. 

Ntah, saya hanya terdiam. Sempat terpikir ingin merebus air kembali, tapi akan butuh waktu lagi sementara badan ini sudah terlampau letih. Sedih rasanya, mencari sedikit bahagia di antara lelah saja rasanya sulit akhir-akhir ini. Ada saja masalah.

Sudahlah. Saya bodoh memang karena kurang jeli. 

Sudah malam, dan saya masih sulit tertidur.

Selamat malam.

Wednesday, March 4, 2020

Detik-detik menunggumu

Seru sekali..

Mendung di Penghujung Hari

Mendung di penghujung hari. Masih menjadi keseharianku beberapa tahun terakhir. Menikmati perginya sang hangat tertutup mega kelabu berlalu perlahan.

Menunggu bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Tapi akan selalu menjadi terbayar ketika yang ditunggu membuahkan hasil.

Perlintasan lalu lalang tak berhenti sedari pagi. Terlihat cemas di banyak wajah mengemudi. Aku berhadap pada dua layar monitor. Satu kuguna menghitung, yang lain untuk seni. Bukan hal baru karena sejak dulu aku terbiasa mengerjakan segala.

Tahu apa yang aneh? Aku merasa inilah rutinitas yang dulu kubenci. Yang tak pernah kuharapkan sama sekali. Dulu.

Tapi nyatanya biasanya yang kamu benci itulah yang akan membersamai hidup. Yang paling kau hindari itulah yang nanti akan melengkapi. Aku dengan kehidupanku kini. Lelahkah aku?

Teringat satu cerita seorang yang ingin mengakhiri hidup beberapa hari lalu. Ini bukan yang pertama kali juga bukan orang pertama. Namun hati ini selalu bergetar kala kubertemu cerita soal memotong nadi atau menghempas badan dari atas penyebrangan. Mengapa? Karena dulu aku pernah di posisi itu. 

Aku merasa beruntung sekali beberapa kawan mau cerita soal sedihannya. Bukan berarti aku mencari hati atau perhatian, bukan. Hanya aku tahu persis rasanya ingin mati. Tak mengenakkan. Hitam.

Depresi katanya. Bukan kata-kata yang bisa diucap bermain makna. Bila tak terbiasa dan terpendam, mengakhiri hidup adalah salah satu pilihan paling masuk akal. Tak tercegah kecuali diceritakan atau menjadi tenang.

Pada siapapun yang membaca tulisan ini, Tuhan selalu punya cara untuk mengakhiri hidup memang. Tapi setidaknya, jangan kau gubris pikiran untuk memutuskan nadimu sendiri. Karena hidup akan menjadi masuk akal suatu saat nanti. Karena sesulit apapun saat ini, akan ada saatnya alasan itu terungkap.

Suatu saat, lelah inipun akan terbayar. Pasti.

--
Basamu menyeruak. Bulirmu sudah turun ternyata.

Monday, March 2, 2020

Hai, Maret. Selalu jadi bulan menyenangkan bagiku.

Selalu ada cerita di masa kini yang ingin kubagi. Dengan segala peluh juga kesah.
Ada beberapa hal di masa lalu yang terindukan. Mungkin karena tanpa tanggung jawab juga pencapaian tak terlalu tinggi. Tanpa gengsi juga perjuangan tak berpeluh sungguh.

Tanpa arah, tanpa drama, tanpa pusing memikirkan rasa ini itu.

Merindukan banyak hal, termasuk kilas balik perjuangan dan semangat menyala-nyala.
Punyakah aku kini?
Bahkan kadang aku bertanya pada diri, apa yang kukejar kini.

Aku merindu, tapi tanpa tendensi ingin kembali. Bukan untuk mengulangi, hanya sebagai pembanding bahagia. Aku dengan istriku kini, kebahagiaan tak tertandingi. Seorang mungil kami yang akan segera hadir di Maret ini.

Masa lalu, aku begitu bahagia. Aku begitu bebas dan lepas tanda tahu arahku.

Saat ini mungkin sulit. Tapi aku akan kembali pada mantra yang selalu kurapal sejak bertahun lalu, "Sedikit lagi."

Sudah terlalu jauh. Aku mensyukuri apapun yang kumiliki dan tak kumiliki.

Selamat malam, Maret. Selamat jalan sekali lagi.

Friday, February 28, 2020

Aku benar-benar pertimbangkan tawaran kala itu. Kali ini dengan bumbu dendam. Atas keringat tercucur tak berbekas tak berbalas. 
Padahal cita-cita saya hari ini sederhana. Mau merasakan liburan.

Itupun sulit.

Stimulan

Aku mulai membaca ulang beberapa tulisan. Beberapa buat iri. Beberapa buat aku ingin kembali ke beberapa masa lalu. Beberapa buat aku sadar bahwa hati adalah bentuk terjujur dari seorang manusia.

Hari-hari akhir ini aku sempat tergoyah rasa. Jengah dan lelah. Mungkin karena sudah terlalu lama bersibuk kerja dan berkulminasi. Bukan sesuatu yang baik baik otak dan fisik. 

Aku butuh stimulan. Pembuat rasa stabil dan fisik baik. Beberapa rencana terbuat, ntah akan tercapai atau tidak.

Kita lihat saja.

--

Sunday, February 9, 2020

Saya begitu beruntung pernah ada di kelas ini. Foto saya ketika muda dan penuh mimpi itu. 

Beberapa mimpi terwujud. Banyak mimpi lainnya tergerus waktu. 

Masihkah sudi jadi pemimpi?

Saturday, February 8, 2020

orang dagang

Orang dagang itu ya kerjanya tiap hari. Paling liburnya pas lagi kondangan, Mas. Itu juga milih milih kondangannya tempat siapa. - mas yono

--

Tuesday, February 4, 2020

Betul, sepertinya saya salah ambil keputusan. 

Atau mungkin saya yang kurang tahan menderita?

Tuesday, January 28, 2020

Monday, January 27, 2020

Welcoming February

Hey, bentar lagi Februari. Ada 29 hari!!

Hmm, targetnya gausah muluk2 kali ya, mumpung agak longgar. Nurunin 15kg, kalau kesampean, beli sepatu baru! Hahha;

--

Saturday, January 25, 2020

Sayang, is tidak lagi tergabung di Payung Teduh. Padahal lagu-lagu mereka selalu sukses memanja telinga dan selalu asik untuk didengarkan. Seperti satu ini yang sedang saya dengarkan di telinga. Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan

Friday, January 24, 2020

Mungkin betul saya adalah orang egois yang tidak terlalu suka bersosial. Bersosialpun selalu dengan motif, dengan sesuatu yang dituju.

Karena, buat apa berinteraksi tanpa adanya tujuan? Bukan masa muda yang segala bisa dimaklumi dan dengan mudah dimaafkan. Bila tidak terlalu penting maka tak perlulah berbasa basi..

Tapi justru itu yang menyenangkan, bukan?

--

Thursday, January 23, 2020

Saya suka Chrisye. Suaranya begitu menyenangkan dan lakunya yang lembut.

Beberapa lagunya betul-betul lekat di telinga, dan membawa beberapa cerita ketika muda. Tak lekang oleh waktu, dan masih tetap nyaman ditangkap telinga hingga kini.


--

Monday, January 13, 2020

Jangan terburu-buru ingin membantu. Belum tentu mereka butuhkanmu.

Seringkali ego memberi sesuatu kalahkan logika dan buat rasa semangat berseteru.

Biar, biarlah mereka datang di saat yang tak cepat atau tak menentu.

Bantulah kala memang mereka butuh, agar tak jadi sia yang kamu laku.

--
Beberapa hari lalu, saya baru saja memperbaharui situs saya, cwjati.com. Tapi sampai sekarang masih belum saya tambah lagi postnya. Hehe.

Mungkin karena saya yang pemalas.

Saya baru saja selesai menulis beberapa list yang harus saya lakukan mengenai beberapa usaha yang saya jalankan. Masing-masing memiliki deretan list yang cukup banyak. Dan sangat membantu cara berpikir juga menentukan mana yang prioritas untuk dilakukan lebih dulu dibanding yang lain.

Saya masih berusaha untuk membagi fokus, yang ternyata tidak mudah. Energi pun harus dibagi dengan bijak. Bila tidak bijak dibagi? Ya berujung jenuh karena melulu itu saja yang dikerjakan...

Salam,

--
jati

Sunday, January 12, 2020

Berbagi itu banyak ujiannya memang.

Apalagi dalam lingkup usaha.
Berbagi itu seringkali lebih banyak hambatan karena memang seringkali tidak sesuai dengan standar juga apa yang telah disepakati.

Yang enak? Ya usaha sendiri.. hehe

Monday, January 6, 2020

2019!

Ah ya, sudah 2020 ternyata. 2019 saya lalui dengan tulisan yang sangat sedikit di blog ini. Blog yang punya cerita banyak dan merekam banyak kejadian selama hampir satu dekade. Hehe. 2019 saya banyak mendapat inspirasi untuk menulis. Mungkin karena banyak merenung dan sedikit pekerjaan. Tapi, inspirasi itu seringkali hanya teronggok di sudut draft blog. Sayang..

Pekerjaan saya saat ini tidak terlalu banyak menuntut fisik, tapi lebih banyak berpikir dan percaya pada intuisi juga jalan dari Tuhan adalah yang terbaik. Saya cenderung merasakan stress karena hal yang tidak sempat terceritakan. Ada beberapa hal yang membuat saya seperti itu dan tidak terlalu penting untuk diceritakan di sini. Tapi banyak hal positif yang dapat saya ambil dari perjalanan saya satu tahun ke belakang.

Usaha yang berkembang dengan pesat. Tim yang semakin solid. Rambahan ranah bisnis yang tak terduga. Omzet yang bertambah lebih dari 1000% di kuartal ketiga 2019. Juga begitu banyak hal lain yang tak hentinya saya syukuri.

Mungkin bagi beberapa orang, membaca paragraf di atas begitu menyenangkan. Tapi jangan salah, perkembangan usaha yang pesat pasti diiringi dengan tensi kerja juga proses berpikir yang dituntut tak kenal lelah. Ibarat pohon yang berkembang menjulang, bila akar tidak dipersiapkan dengan baik maka akan mudah roboh terterpa angin. Begitupun yang saya rasakan dalam menjalani usaha saya. Bagaimana tidak, waktu kerja saya hampir 20 jam per hari. Waktu tidur yang terganggu karena harus menerima order dari rekanan keesokan hari, juga complain yang sering masuk tak kenal waktu.

Saya begitu menikmati usaha saya. Saya ibaratkan bagai love-hate relationship. Bukan sekali dua saya ingin quit, tapi selalu ada cara Tuhan mengingatkan saya bahwa inilah jalan yang saya pilih. Segala pilihan pasti satu paket dengan konsekuensi. Jadi jalanilah dengan penuh tanggung jawab apa yang telah jadi pilihan di masa lalu.

2019, begitu tense dengan roller coasternya. Rumah mengaji kami, Insan Kamadiya sudah genap satu tahun hari ini. Bagian kami bersosial dan saling mengingatkan dengan cara berbagi.

Yang menarik dari 2019 adalah akhirnya saya menikah. Ya, April 2019 lalu saya resmi menjadi seorang suami. hehe. Seorang suami yang masih jauh dari sempurna, bahkan lebih banyak sibuk memikirkan hal lain, mungkin.

Satu yang menjadi catatan saya: Ternyata saya masih suka menunda pekerjaan. Hehe.

--
Ntah, saya bahagia sekali akhir-akhir ini..
Kulihat muka berlalu lalang itu, berbagai raut tertemu.

Hati ini lega rasanya, tak terbeban atau terpaksa.

Aku merasa tak perlu meminta maaf atau menjelaskan, karena aku mengerti inilah kebahagiaanku.

Bebas.

Menyenangkan sekali.

--