Wednesday, September 23, 2015

Roller Coaster

Atau aku yang terlalu kuat mencengkeram saat melaju, berdampak lepasnya salah satu pelandas yang berakhir begitu saja. Kurang rapi, halus, dan mengena, terlalu memaksa yang menyebabkan pergi.. Maaf aku hanya terlalu rindu merasakan sensasi naik di wahana itu, terlalu kencang berdegup hingga terlepas dari pegangannya.

Ingin sekali lagi aku merasakan adrenalin yang memuncak sementara bahagia.
Sebentar naik, tiba tiba ia terjun bebas, Melambung sesaat kemudian mencelos seraya pusat pasi.
Permainan yang diberikan jalur yang presisi, sedikit kesalahan dalam perhitungan maka pasti hancur, tak hanya isi tapi beserta gerbong yang berkaitan satu sama lain, sistem yang berjalan tanpa rem penyangga, pengandal gravitasi dan kecepatan.
Dalam perjalanannya jelas akan terdengar pekik ketika terjun tanpa penghenti pasti, ntah itu bahagia atau takut.

Boleh sedikit saja kamu aku tinju? tak akan semenyakitkan perlakuanmu kok, hanya sebentar pasti akan segera sembuh.

Tertinggi, tercepat, atau apapun itu, satu hal yang aku tahu, aku sendiri yang merasakan roller coaster itu..

-
naik turun yang kamu suka bukan aku.

Wednesday, September 16, 2015

Bom waktu

Rakit, siapkan, pasang dan aktifkan, namun tak sadar waktu berjalan, menghitung mundur, tik tok tik tok~

Bahagia dalam perjalanan. Rakitanmu siapkan diri membahana, ntah kamu khilaf atau pura pura. Kamu hanya terbahak lakukan hal yang kamu suka, mengumbar, coba bikin dengki manusia, padahal kamu hanya sementara.

Bom itu menunggu dalam beda. Sabar ia menanti masa bereaksi senyawa. Agar terdampak sempurna, hasilkan hilang kemampuan endorfin tubuhmu bekerja. Apa kamu bisa?

Padahal bagai sayap, ia haruslah dua dan seirama, bila ada tak sama maka terbang adalah asa. Kamu tahu, kamu punya sayap yang satu harap yang satu cacat. Lupa?

sumber : google
Aku melihat, menunggu bom waktu itu meledak, untuk tertawa.

--
Lawanmu adalah kamu dan waktu..

Tuesday, September 15, 2015

Gue ngomong soal profesi, menurut gue..

Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat.

Apaansih itu, Cip? Itu tiga pilar yang dijadikan sebagai dasar pola pikir bagi para civitas akademika yang ada di perguruan tinggi, tiga hal itu juga disebut sebagai Tri Dharma Perguruan Tinggi. Nah, karena udah menyangkut sama civitas akademika, hal tersebut juga jadi penting buat dosen, yang akhirnya jadi tugas utama profesi gue (behehehe). Well, jujur gue sendiri ga seberapa ngerti soal ini bahkan sampai ketika awal gue jadi dosen! haha! Tapi ya lama-lama mau ga mau ngerti sendiri sih. Kalo sekarang sih gue udah lebih ngerti apa yang dimaksud Tri Dharma Perguruan Tinggi, termasuk jobdesk juga hak kewajiban gue sebagai dosen. Kalo keseharian, gue saat ini udah ngerasain gimana atmosfer akademis itu, yang ternyata buat ngelakuinnya ga sesimple kaya apa yang ada dalam pikiran gue dulu, ketika gue belum jadi pengajar.

To be honest, dulunya dosen bukan profesi impian gue, karena memang ada beberapa hal yang mengganjal dalam pikiran gue (pikiran gue sepertinya memang selalu terganjal, i'm so sorry, my mind). Gue juga heran, karena ga terlintas buat jadi dosen ketika gue S1 dulum padahal gue udah suka ngajar sedari gue masih jadi mahasiswa yang ganteng dan unyu-unyu (yang pas mahasiswa lain berjenis kelamin wanita ketemu gue pasti histeris kemudian siap lempar sepatu dan isi tas karena liat muka gue yang ternyata ga seberapa. Disitulah cita-cita gue sedari kecil gue pupusin gitu aja, cita-cita gue adalah jadi mahasiswa ganteng yang disukai banyak wanita kalopun tante-tante ya gapapa, tapi apa daya Tuhan berkehendak lain, gue ditakdirkan dengan muka biasa tapi dikasih kelebihan yang kalo senyum bisa bikin orang lain senyum juga walaupun senyumnya karena gaenak hati atau bahkan gatega sama gue). Tapi dibalik muka gue yang standar ini, gue sering jadi asisten dosen dan/atau asisten praktikum, hehehe. Karena gue sadar muka yang ganteng (walaupun sebenernya pas-pasan) ini ga akan cukup jadi modal gue ketika nanti udah lulus kuliah, apalah artinya muka ganteng kalo otaknya kopong alias ga ada isinya, yah okelah mungkin ada isinya secara fisik, tapi ga dipake maksimal kan sama aja tuh, jadinya bego juga.

Oke seperti biasa omongan gue mulai kemana-mana kalo udah ngomongin masa kejayaan gue di masa alay itu, mungkin karena banyaknya mahasiswa yang hari ini konsultasi, entah soal PKM, KTI, BEM, atau apapun, bahkan ada yang cerita dia abis putus! Man, gue aja belum sempet mikirin kisah cinta gue, lah ini ditambah kisah cinta mahasiswa yang seringkali bikin gue iri karena gue sadar masa mahasiswa gue udah expired.. dan gimanapun, gue berusaha jadi dosen yang baik dengan memberi solusi dan saran yang baik, 'cari yang baru' haha! Oke cip, serius dikit.

Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat memang sekarang udah jadi tugas utama dosen. Karena selain berkewajiban memberikan pengajaran serta ilmu yang sesuai dengan kemampuan mahasiswa, dosen juga harus berdasarkan Ipteks yang perkembangannya semakin hari semakin cepat (Pendidikan), seorang dosen juga berkewajiban untuk melakukan pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing (Penelitian), tapi di sisi lain, selain mengembangkan diri juga mahasiswa di bawah sistem Perguruan Tinggi, seorang dosen juga dituntut untuk mentransfer hal bermanfaat (seperti ilmu pengetahuan dan teknologi), kepada masyarakat sekitar agar tercipta masyarakat yang lebih sejahtera dan sumber daya manusia yang lebih baik (Pengabdian kepada Masyarakat).
Meja Kerja gue disini, berkas yg di belakang belum dirapihin

Phew, akhirnya gue bisa ngomong bener juga haha, yah itulah intinya, tugasnya jadi dosen banyak. Gue pikir jadi dosen enak yang penting ngajar, terus bisa deh ngerjain yang lain. Tapi ternyata engga, ada penelitian dan ngabdi juga, selain itu juga disini sebagai pioneer dari universitas, masih banyak yang harus dievaluasi dan diperbaiki, jadi selain tugas tadi, kami harus mampu melakukan manajemen bersamaan dengan mengembangkan sistem agar menjadi lebih baik. Jadi dosen itu capek, tapi asik! banyak mendengar, banyak belajar, banyak tahu hal baru. Jadi dosen itu beban dan masalah kalo ngejalaninnya ga ikhlas, tapi kalo dijalanin dengan senang hati, jangankan kerjaan banyak, balik malem hampir tiap haripun bakal tetep nyenengin kok.. ya walaupun alasan lain gue sering pulang malem soalnya belum ada yang nungguin di rumah, jadi lebih baik ya di kantor aja kerja hahaha.. (miris).

yang terakhir dalam post ini, menyandang gelar dosen itu bukan hal mudah, karena tuntutan untuk selalu menjadi lebih baik, selalu aktif, juga selalu peka sama lingkungan dan diri sendiri. Dibutuhkan rasa tanggung jawab yang besar untuk mencetak generasi selanjutnya yang lebih baik. berat memang, tapi gue juga yakin, selama yang kita lakuin itu berlandaskan niatan baik juga ikhlas, Tuhan bakal kasih penghargaan ke kita dalam bentuk apapun, ntah berupa naik kelas atau naik level dalam kehidupan, atau apapun. Kesulitan bakal selalu ada, tapi Tuhan gapernah berhenti merhatiin kita. Semangat kerja!!

--
Masa kuliah memang gapernah ada yang ngalahin, semangat kuliahnya buat para mahasiswa dan pejuang skripsi, thesis, dan desertasi!

Monday, September 14, 2015

Ketiga

Detak,
Bila aku boleh sedikit mengulang waktu menuju beberapa hari lalu, kirim aku segera, pada waktu dimana degup berhenti sejenak karena harap, fatal yang kulakukan, aku melakukan pola berulang.
Aku yakinkan diri berkata, "Tapi kali ini berbeda." yang aku tahu itu hanya untuk menyenangkan diriku saja. haha. dasar Buta!!

Aku ingin sekali lagi merasakan jatuh cinta,
rasa yang meluap, terberi dan terbalas dengan kadar yang pas, tidak kurang, tidak lebih. Agar aku tak lagi iri melihatmu dengannya, tak lagi mencari namamu di media sosial untuk memastikan kau masih dengannya sementara aku menikam rasa dengan mata yang melihat visualmu dengannya.

Sekali lagi aku mencari sebuah nama yang aku hapal dengan sekali baca, kecerdasan kugunakan untuk menelusuri, hingga beberapa tahun lalu, sampai aku bosan dengan yang aku lakukan.

"Karena jingga tak pernah tinggalkan senja.", katamu.

Wednesday, September 9, 2015

senyum hitam putih

Rupa itu titipan Tuhan yang terkikis waktu. Lupakah kamu bahwa kencangnya kulit akan berganti kerut, sesaat lagi? Sekalipun tak lagi kesat, hati tak akan kunjung tua ataupun lekang.
Wajah yang kupandang itu hitam putih, beku, tak bergeming, pucat pasi, abadi.. namun tesungging senyuman suri yang diam terabai, Jangan lupa sisakan aku sedikit diazepam ketika kamu keluar dari ruangan ini. Karena aku tau medis tak dapat mengobati luka kasat. Titik air yang malu untuk turun dari langit siratkan aku harus berhenti berpikir, tenangkan diri. Sejenak.

Rasa merupakan tema yang mungkin tak akan pernah aku jengah menulis tentangnya, pola yang terus berulang dengan objek yang berbeda jelas tak akan membuatku bosan. Jenuh-berpindah sudah menjadi aturan yang membuat kita bertemu dengan nama baru pada suatu garis takdir. Titik temu antara dua pejalan waktu, mungkin akan bersatu atau berpisah, ntah sementara atau selamanya. Kepada kamu, September, menahan rasa adalah hal terbodoh yang dilakukan oleh seseorang yang bebas dan terbiasa melakukan apa yang diinginkan. Aku cuma tak ingin menyesal melihat kaus hitam yang kaukenakan itu dia pakai, biar sini aku saja yang menggunakan.

Monday, September 7, 2015

draft lama rasa baru

Bila ternyata aku suka kamu, itu bukan masalah, 'kan? Aku yang menjadi sulit lepas dari ponsel, atau sekedar menahan diri untuk tidak melihat profilmu. Aku menjadi tidak waras.
Sial!
Mengenai rindu, sedikit yang membicarakan.
Tak akan berguna membicarakan rindu. Selain pelaku, siapa yang tahu kadar rindu sesuatu?
Mengenai rindu, banyak yang merasakan, lebih banyak yang membiarkan.
Rindu itu seperti kamu, morfin bagiku. Mampu memberi ketenangan namun melemahkan di saat yang sama.

Sunday, September 6, 2015

Rasa memang tidak butuh kalimat tanya, dia hanya butuh sedikit keberanian serta kejujuran untuk dapat diungkapkan...

Mengenai rasa dan nyata seringkali tak adil, kurasa. Lihat saja kita, kekaguman yang disimpan begitu saja, dibiarkan membusuk dan menyatu kembali dalam kubur hati tanpa pengungkapan. Sering aku tersenyum paksa menunjukkan lukisan wajahmu di muka ponselku, getir, karena ragu juga dingin yang menelisik perlahan karena aku tahu kepemilikan tak bisa aku pancangkan, antara aku dan kamu.

dingin.

Aku teringat sekali lagi, bagaimana aku menertawakan serta mencibir perempuan yang merangkul erat seorang lelaki, cibiran antara iri dan benci, tak tahu aku mana yang lebih dominan, aku hanya ingin mencibir, mungkin. Serta betapa aku kagum bila melihat sepasang renta, diantara lemah saling melindungi dan memberi rasa nyaman yang biasa, meski mata meredup namun kasih yang terpancar tak akan dusta.

Sekali lagi aku buka mesin pencari, merangkaikan huruf untuk membentuk urutan konsonan vokal pembentuk panggilanmu, kutekan pelan tuts kemudian memutar perlahan halaman, teliti aku mencari, berharap bisa sedikit mendapatkan informasi, yang semakin kucari aku semakin sadar, aku semakin tenggelam dalam arus ini, untuk entah kesekian yang keberapa. Aku tenggelam perlahan, nikmat, menuju mati rasa.

Kamu datang dalam mimpi, memberi senyum, kemudian pergi ketika mata terbuka.

Aku ingin bertemu, bukan untuk memiliki.

Itu saja..


--
ya, itu saja untuk saat ini.. bukan ungkapan atau keberanian, hanya kejujuran.

Saturday, September 5, 2015

salahrusak!

Yang mahal itu bukan ketika benar, tapi ketika sadar yang dilakukan salah dan berhenti melakukannya.

Namanya salah ya lebih banyak enaknya dibanding ngelakuin yang bener, yang bener ga bakal segampang itu buat konsisten dilakuin.

Gue belum kenal dia, bahkan ketemu langsung juga belum, tapi gue sadar, yang gue lakuin ini salah. Ada rasa penasaran yang bikin adiksi buat gue. bahkan alam sadar gue mengakui dia menarik. Gila!!!
Adiksi? jelas itu adiksi, karena degup ini lamat lamat berhenti, hingga tak berdetak sesaat ketika melihat, tak ayal rasio dan rasa tak lagi beriringan. bagiku kamu aditif, resiko, juga cari mati!

Ah, aku ingin menuliskan dirimu secara lebih, atau sekedar menumpahkannya di layar putih ini sekalipun tak akan kamu tahu, tapi apa untungnya bagiku?


--
`rusak saja!`, itu kata hatiku~