Friday, February 26, 2016

Pamit

Anggap saja ini rangkai kata dari seorang amatir untukmu terakhir kali, di kisah sebentar kita, dulu.

Kita kuibaratkan apa yang kulihat saat ini. Di meja kerjaku, ada segelas kacang hijau dan segelas kopi ke-empatku. Kacang hijau yang manis dan menyehatkan seperti kau dan hidup yang kau jalani, menyehatkan walau mungkin kadang membuatmu bosan. Sedang kopi hitam tanpa gula yang selalu terasa pahit adalah penggambaranku. Tak perlu kujelaskan mengapa, kau pasti tahu. Kejujuran bagi kopi adalah segala mengenai asam dan pahit, karenanya banyak peminum yang mencampurnya dengan krim atau gula. Pun ada manis dari rasa kopi itu adalah hasil palsu ketertutupannya. Ya, pemanislah yang menutupi rasa asli kopi. Benar-benar aku, bukan?


Kata-kata, 'suatu saat kamu akan pergi lebih dulu ketika tahu mengenai hidupku.' yang aku katakan berulang kali padamu (dan selalu kau tepis) bukanlah main-main. Karena tak seimbang gadis baik sepertimu berjalan berdamping kelam sepertiku. Pun mau, ah aku rasa tak pantas saja, karena sekalipun senyummu selalu hibur penatku, aku tau, suatu saat aku akan kehilangan senyummu. Kacamata yang kamu pakai itu selalu membantumu melihat hidup lebih positif, tak sepertiku yang melihat secara negatif. Atau mungkin aku butuh kau pinjamkan kacamatamu?

Kita terpisah lagi, kali ini bukan karena perbedaan kita, tapi karena akhirnya kamu mengenalku lebih jauh, akhirnya kamu bertemu kondisiku yang seadanya, sifat burukku, dan lainnya. Dan aku selalu tahu, itu satu-satunya hal yang membuatku tak percaya diri dan semuanya akan pergi. Sudahlah, sudahi saja, tak apa.

Di malam kita berdekatan tanpa satupun tahu, itu kali pertama aku merasa takut langkahmu menjauh.
'Ketika kau lihat cacat pada hidupku, buruk sifat, juga palsu, akankah kau bertahan untukku?', adalah pertanyaan yang tak pernah optimis aku berikan padamu.
Karena pada akhirnya inilah aku, terkungkung.
Benci saja aku, sewajarnya kebaikan bersamamu.

Bila suatu hari kau baca tulisanku, ini bukan berarti aku ingin pergi, justru sebaliknya. Tapi bila pergi buatmu temukan bahagia, sedihku bukanlah apa-apa. Gampang, nanti ketika aku sudah berdiri aku cari lagi bahagiaku. Hanya mungkin butuh waktu.
Tak akan ada yang berubah, hanya aku harus belajar, kau bukan lagi untukku. Lagipula, itulah hakikatnya kita, bukan?

Jauh, menjauhlah ketika kau butuh waktu tanpaku, diamku bukan berarti tak peduli, karena bebaslah yang kau butuh.
Datang, datanglah sesuai keinginanmu, kembalilah kapanpun kau butuh penguatan, aku tetap disini, tak akan ada yang berubah. Karena ini kita sedari awal.


Inilah deskripsiku, karena jendela hati tak akan bohong. Kala itu aku benar-benar merasa lapang, diterima, hingga aku tak peduli pada batas antara kita.
Ah sudahlah, aku meracau. Biar waktu menjawab.
Aku pamit dulu..
Terima kasih telah menjadi berharga.

--
PS. Tak akan sedetikpun kau kusesali, terima kasih untuk lelah menanti, dan semua yang telah tertulis dengan indah, tetap indah selamanya.. (The rain - Bila hatimu)

No comments:

Post a Comment