Saturday, May 13, 2017

Gambir

Duduk disini, mungkin lebih dari 12 jam yang lalu, masih.
Ntah sudah berapa pasang mata yang melihat, mulut yang menanyakan arahku kemana.
Aku hanya jawab dengan senyum dan kata, 'aku sedang menunggu..'
'Siapa?', telisik mereka.
'Dia, yang mungkin tak tahu aku disini.'

Merekapun tertawa.

Ternyata ini rasanya menunggu.
Dingin, tak dipedulikan.
Bahkan lambung meronta tak terasa, aku baru makan kemarin.

Ditemani botol air mineral kosong dan tas berisi sepotong baju.
Juga kecamuk yang tak henti melanda.
Antara menghubungimu dan kabari aku disini.
Atau nikmati perasaan menanti yang pasti tak pasti.


8 jam dari waktuku tiba disini kuberanikan memutar nomor telponmu.
Tepat di pergantian hari.
Tiap deringnya buatku makin rasakan dingin di ulu hati.
Satu kali tak diangkat.
Dua kali tak dihirau.
Tiga kali aku coba kembali..

Di ujung sana akhirnya mengangkat, berkata, 'halo.'
Suara yang sangat dekat.
Suara yang aku rindu
Suara yang paling ingin kudengar kala aku terbaring lemah kalah oleh lelah.

Aku gemetar,
Darahku berhenti.
Aku seperti tak punya daya untuk bersuara..
Padahal aku hanya ingin berkata, 'Aku disini, Menanti.'
Ternyata aku belum siap.
Batas keberanianku habis, aku hanya mampu menutup telpon, tak berkata sepatahpun.
Nyatanya nyaliku ciut tak bisa kukendali.
Aku memilih mematikan telpon, beraniku padam, mati, seperti nyala lilin yang kau kibas.
Api kecilnya dengan mudah kau buat tak hidup lagi.

Ternyata ini perasaan..
Penjahat seperti apapun aku berani, dihadapmu aku seperti kecil, terikat, menurut, memilih mati ketimbang bebas.

Aku sesal mematikan terlalu cepat, harusnya aku bisa nikmati sedikit lebih lama suaramu.
Suara rindu.

Walaupun kepercayaanku sudah surut.
Aku beranikan sekali lagi, percobaan terakhir,
Bila diangkat kutekadkan untuk beri kabar aku disini, menunggu.
Duduk di tempat yang sama sedari sore hari.
Menanti.

Kucari kembali kontak dengan nomor yang begitu kukenal, berdering.
Namun tak diangkat,
justru ditolak,
dimatikan.
Aku bergeming melihat tanda di ponsel bahwa panggilanku tak digubris.

Mungkin kamu kesal dengan ulahku.
Atau sekedar tak ingin terusik lagi.
Aku mengerti, salahku seperti permainkanmu di tiga panggilan tadi.
Aku kalah, sekali lagi.
Kalah dengan diri sendiri.
Kupilih untuk berhenti coba hubungi, nikmati sisa malam di negeri asing ini.

Gambir.
12 jam lebih aku disini, di tempat duduk yang sama, menanti.
Biarkan aku duduk sebentar lagi, nikmati Jakartamu dengan rasa ini.
Polusimu suatu saat akan pasti kurindu.
Karena ada kisah yang jarang kubagi, kupilih nikmati penuh bahagia sendiri.
Egois.

Aku berpamit, tanpa ditemui, tanpa perlu dicari.

Terima kasih..
--

No comments:

Post a Comment